Dinas Pendidikan Bali Diminta Sampaikan Perkembangan Data Sekolah
Komisi X DPR RI meminta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali untuk menyampaikan perkembangan data-data sekolah secara riil. Data-data ini sangat diperlukan terkait dengan perjuangan Komisi X DPR dalam memperjuangkan anggaran bagi sekolah-sekolah yang memang memerlukan bantuan dari pusat.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dedi Suwandi Gumelar menyampaikan hal itu saat mengunjungi SMAN 6 Denpasar dalam acara kunjungan kerja Komisi X ke Provinsi Bali, Selasa (20/12).
Dedi menambahkan, data ini sangat diperlukan mengingat dalam kunjungan kerja yang waktunya sangat terbatas ini tidak mungkin semua sekolah dapat dikunjungi.
Data ini juga diharapkan dapat diberikan secara riil dengan memberikan fakta apa adanya kondisi sekolah-sekolah yang ada. Sebab, kata Dedi, sering jika anggota Dewan berkunjung ke satu daerah hal-hal yang disampaikan hanya yang baik-baik saja.
Menurut Dedi, penyampaian yang tidak transparan ini bahkan akan merugikan daerah itu sendiri, karena jika sekolah tersebut sudah baik tentunya tidak memerlukan bantuan lagi.
Untuk itu Pak Kadis, seringlah memberikan data perubahan-perubahan supaya dari pusat bisa membantu didalam pola anggaran,” kata politisi dari dapil Banten ini.
Dari hasil pantauan Komisi X DPR ke beberapa sekolah yang dikunjungi, sekolah-sekolah di provinsi ini kondisinya relatif baik. Jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah di Jakarta pinggiran seperti Ciputat, Serpong atau di Provinsi Banten masih banyak ditemui sekolah-sekolah yang rusak berat. Bahkan di Provinsi Banten banyak bangunannya yang roboh.
Namun lain halnya dengan SDN 2 Serangan yang kondisinya cukup memprihatinkan, tentunya perlu dukungan dana dari pusat untuk memperbaikinya.
Dedi menambahkan, pola anggaran kita memang tidak efektif, hal itu disebabkan karena pertama, belum seluruhnya mengikuti amanah UU, dan ke dua, anggaran kita tidak berdasarkan research atau data yang akurat.
Sebagai contoh, sekolah yang seharusnya tidak perlu lagi mendapatkan bantuan malahan mendapat bantuan, sedangkan ada sekolah yang seharusnya mendapatkan bantuan tidak mendapatkan bantuan. Jadi, katanya, sekolah yang baik tambah baik dan sekolah yang jelek tambah jelek.
Menurut Dedi, dia kurang setuju jika pola anggaran kita menganut azas pemerataan, yang adil pola anggaran kita harus menganut azas berkeadilan. Karena jika anggaran Papua disamakan dengan di Jawa jelas ini tidak berkeadilan.
Bagaimana bisa dikatakan berkeadilan, untuk merenovasi bangunan sekolah yang ditetapkan pagunya Rp 85 juta per kelas, pagunya sama seluruh Indonesia, sementara harga bahan bangunan seperti semen dan bahan-bahan lain harganya jauh berbeda dengan di Pulau Jawa.
Azas pemerataan ini tentunya dalam pelaksanaan di lapangan akan menjadi kendala karena kondisi masing-masing daerah yang berbeda dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda juga.
Disinilah perlunya dukungan data yang akurat dalam memberikan bantuan, dengan data yang lemah maka bantuan tersebut menjadi kurang tepat sasaran. (tt) foto:tt/parle